Blog

  • Manajemen Risiko Asuransi di Perusahaan Asuransi Umum

    Sesuai isi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, disampaikan bahwa ada 7 (tujuh) kategori utama risiko yang harus dikelola oleh lembaga jasa keuangan non bank yang bergerak di bidang industri asuransi umum, yaitu:
    1. Risiko Strategi
    2. Risiko Operasional
    3. Risiko Aset dan Liabilitas
    4. Risiko Kepengurusan
    5. Risiko Tata Kelola
    6. Risiko Dukungan Dana
    7. Risiko Asuransi

    Risiko asuransi di definisikan sebagai potensi kegagalan perusahaan asuransi memenuhi liabilitas kepada pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi dan/atau penanganan klaim. Pada artikel ini kita akan coba membahas mengenai manajemen risiko asuransi sebagaimana yang diatur dalam POJK No. 1/POJK.05/2015 tersebut. Pada kategori risiko asuransi, perhatian kita akan difokuskan pada area penting dalam risiko asuransi seperti: desain / pengembangan produk, penetapan premi, underwriting, klaim, valuasi liabilitas, dan reasuransi.




  • ASURANSI TANGGUNG GUGAT: TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA

    Pemerintah terhitung tanggal 10 Agustus 2011 telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No: PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan udara. Peraturan ini secara garis besar mengatur tentang pokok-pokok tanggung jawab maskapai angkutan udara (baik pengangkut penumpang, kargo, ataupun pos) terhadap peristiwa terjadinya kecelakaan atau kerugian yang terkait dengan kegiatan usaha yang dijalankannya selaku operator jasa transportasi / angkutan udara.

    Menurut peraturan ini, ada 6 (enam) Jenis tanggung jawab pengangkut udara. Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:


    A. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;


    Besar santunan:


    1. Penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungan dengan  pengangkutan udara diberi santunan sebesar Rp. 1.250.000.000 per penumpang.
    2. Penumpang yang meninggal dunia akibat kejadian yang semata-mata ada hubungan dengan  pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu Bandar udara menuju pesawat atau pada saat proses turun dari pesawat menuju ruang kedatangan di Bandar udara tujuan diberi santunan sebesar Rp. 500.000.000 per penumpang.
    3. Cacat tetap total diberikan santunan sebesar Rp. 1.250.000.000 per penumpang
    4. Cacat tetap sebagian diberikan santunan sesuai tabel santunan berdasarkan cacat yang dideritanya.
    5. Biaya pengobatan akibat kecelakaan tersebut maksimal sebesar Rp. 200.000.000 per penumpang.

    B. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;


    Hilang, Musnah, atau rusaknya bagasi tercatat, Besar santunan:


    1. Kehilangan bagasi tercatat diberi penggantian Rp. 200.000 per Kg / Penumpang. Maksimal Rp. 4.000.000 / penumpang.
    2. Kerusakan bagasi diberikan ganti rugi sesuai jenis, bentuk, ukuran, dan merk bagasi tersebut.
    3. Uang tunggu selama bagasi belum ditemukan, Maksimal sebesar Rp. 200.000 / hari (paling lama untuk 3 hari kalender).
    C. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo;


    D. Keterlambatan angkutan udara;

    i. Keterlambatan penerbangan (Delayed flight)
    1. Keterlambatan lebih dari 4 jam diberi santunan Rp. 300.000 per penumpang
    2. Bagi penumpang yg di “Re-routing”, diberikan 50% dari point 1 diatas, dan pengangkut wajib menyediakan tiket  penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain  sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara.
    3. Dalam hal pengalihan penerbangan ke maskapai lain, maka penumpang dibebaskan dari biaya tambahan. 
    Keterlambatan yang diberi santunan hanya keterlambatan yang penyebabnya diluar factor cuaca dan/atau factor teknis operasional. 

    Factor cuaca antara lain: hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibawah standar minimal atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan penerbangan.

    Faktor teknis operasional antara lain: Bandar udara tidak dapat digunakan untuk operasional, lingkungan menuju Bandar udara atau landasan terganggu fungsinya (Misal: retak, banjir, atau kebakaran), terjadinya antrian pesawat lepas landas (take off), antrian landing, & keterlambatan pengisian bahan bakar.

    ii. Tidak terangkutnya penumpang karena kapasitas pesawat (denied boarding)

    1. Maskapai wajib mengalihkan ke maskapai lain tanpa biaya tambahan
    2. Memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi apabila tidak ada  penerbangan lain ke tempat tujuan
    iii. Pembatalan penerbangan (cancellation of flight)

    Maskapai wajib mengembalikan seluruh uang tiket penumpang

    iv. Kerugian yang di derita pihak ketiga (baik dalam hal cedera badan ataupun kerusakan harta benda).

    Dalam hal cedera badan:
    1. Meninggal dunia diberi santunan Rp. 500.000 per orang
    2. Cacat tetap total diberi santunan maksimal Rp. 750.000.000 per orang
    3. Biaya pengobatan akibat luka-luka maksimal Rp. 100.000.000 per orang
    Dalam hal kerusakan harta benda:
    1. Untuk Pesawat dengan kapasitas sampai dengan 30 tempat duduk, ganti rugi maksimal Rp. 50.000.000.000
    2. Untuk Pesawat dengan kapasitas 30 sampai dengan 70 tempat duduk, ganti rugi maksimal Rp. 100.000.000.000
    3. Untuk Pesawat dengan kapasitas 70 sampai dengan 150 tempat duduk, ganti rugi maksimal Rp. 175.000.000.000
    4. Untuk Pesawat dengan kapasitas lebih dari 150 tempat duduk, ganti rugi maksimal Rp. 250.000.000.000

    Dikarenakan besarnya eksposur resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pihak maskapai, pemerintah juga mewajibkan agar resiko / tanggung jawab tersebut diasuransikan, dan asuransi yang menjaminnya berupa konsorsium. Konsorsium tersebut terbuka bagi seluruh asuransi yang dapat menjamin dan hendak berpartisipasi dalam konsorsium tersebut.
  • Cargo Insurance: International commercial Terms

    Dalam menjamin Asuransi Pengangkutan barang atau lebih dikenal sebagai Cargo Insurance, seringkali kita dihadapkan pada beragamnya cara memperhitungkan Jumlah nilai yang dipertanggungkan karena adanya perbedaan syarat perdagangan pada barang-barang yang akan dikirim.

    Standard internasional dalam hal istilah perdagangan tersebut diatur oleh Kamar Dagang International (International Chambers of Commerce) sehingga dalam hal perdagangan lintas negara, para trader memiliki pengertian yang sama, termasuk juga pihak asuransi sebagai penjamin resiko atas pengiriman barang-barang tersebut. Hal ini amat penting untuk mengetahui perpindahan resiko (risk transfer) antara pihak penjual (seller) dan Pembeli (buyer).

    Beberapa istilah yang lazim ditemukan antara lain:
    1. CFR (Cost and Freight), Named Destination Port; Biaya dan uang tambang (freight) yang timbul menjadi tanggung jawab penjual sampai dengan "ship's rail" pelabuhan pengiriman. Resiko berpindah dari penjual ke pembeli sesaat setelah barang melintasi "ship's rail" pada pelabuhan pengiriman. Lebih daripada itu segala tanggung jawab sudah berpindah kepada pihak pembeli.

    2. CIF (Cost, Insurance, and Freight), Named Destination Port; sama seperti halnya CFR, namun dalam CIF pihak penjual wajib membeli asuransi atas pengiriman barang tersebut untuk melindungi kepentingan pembeli sampai di pelabuhan tujuan. Pihak penjual hanya berkewajiban membeli asuransi dengan cover Minimum. Jika pihak pembeli menginginkan cover yang lebih luas, maka dia dapat membeli perlindungan tambahan atas biaya pembeli.

    3. CPT (Carriage paid To), Named Place of Destination; Penjual membayar biaya pengiriman sampai dengan tempat tujuan. namun, resiko yang ditanggung penjual hanya sampai barang tersebut diserahkan kepada pengirim (carrier) yang pertama.

    4. CIP (Carriage and Insurance Paid To), Named Place of destination; Penjual membayar biaya pengiriman dan asuransi sampai dengan tempat tujuan. namun, resiko yang ditanggung penjual hanya sampai barang tersebut diserahkan kepada pengirim (carrier) yang pertama.

    5. EXW (Ex Works), Named Place; penjual berkewajiban menyediakan barang di lokasi si penjual. Selanjutnya resiko dan biaya menjadi tanggung jawab pembeli

    6. FCA (Free Carrier), Named Place; resiko dan biaya ditanggung penjual sampai dengan di tangan pembawa (carrier) pertama

    7. FAS (Free Alongside Ship), named Loading port; penjual bertanggung jawab terhadap resiko dan biaya sampai dengan barang tiba di pinggir kapar (alongside ship) pada pelabuhan pengiriman yang telah ditentukan.

    8. FOB (Free On Board), Named Loading Port; Penjual bertanggung jawab atas biaya dan resiko sampai dengan barang tersebut diatas kapal (on Board the vessel)

  • Claim Made Basis

    Pengertian :
    Penanggung hanya bertanggung jawab atas klaim yang terjadi dalam kurun waktu berlakunya polis. Dengan demikian, kerugian yang terjadi pada saat polis masih berlaku namun belum diajukan karena belum diketahui dan baru dituntut setelah polis tidak berlaku lagi bukan menjadi tanggung jawab Penanggung.

    Claim made basis merupakan upaya dari pihak underwriter untuk mengatasi ruang lingkup risiko sebagaimana diberlakukan dalam Occurance sekaligus antisipasi untuk menghindari long tail business dari sifat Liability Insurance.

    Sebagai Contoh :
    Proses terjadinya suatu klaim tanggung gugat profesi dapat berlangsung dalam waktu yang panjang. Akibat kesalahan dalam melaksanakan suatu operasi misalnya baru dapat diktahui dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun kemudian.

    Dengan berjalannya proses yang mungkin bertahun-tahun tersebut maka mungkin sekali bahwa akibat suatu kesalahan yang dibuat oleh seorang dokter pada waktu ia masih memiliki polis asuransi tanggung gugat profesi baru diketahui beberapa tahun kemudian sedangkan polisnya sendiri sudah lama tidak berlaku – misalnya karena tidak dilakukan perpanjangan polis.
    Dengan demikian, agar ruang lingkup pertanggungan yang di-cover menjadi lebih jelas maka polis asuransi tanggung gugat tersebut ditutup berdasrkan prinsip “Claim Made”, sehingga Penanggung hanya bertanggung jawab atas klaim yang terjadi dalam kurun waktu berlakunya polis.

    Dengan demikian, kerugian yang terjadi pada saat polis masih berlaku namun belum diajukan karena belum diketahui dan baru dituntut setelah polis tidak berlaku lagi bukan menjadi tanggung jawab Penanggung.
  • WHAT WE HAVE